BACA JUGA

Sementara

pic from Pinterest

Lelaki itu masih merebus rindunya dalam kerlap-kerlip lampu yang tampak temaram. Sementara seorang wanita sedang mengipas-ngipas air mata yang tergenang disudut matanya bersama serpihan abu. Orang-orang berlalu lalang. Malam ini jalanan tak seperti biasanya. Mereka tak peduli apa yang dilakukan lelaki itu, maupun wanita itu. Malam ini orang-orang sibuk menghabiskan waktunya bersama pasangan masing-masing setelah berhari-hari bekerja. Semua orang tampak begitu bahagia.
Aku berada dalam sebuah kafe dengan ruangan yang berkerlap-kerlip seperti kebanyakan kafe biasanya. Malam ini aku menyempatkan diri menemui kawanku yang telah lama merebus rindu itu. Aku bukannya tak ingin menghabiskan waktu seperti orang-orang kebanyakan. Diana, wanita impianku, sayangku, mengatakan bahwa aku harus menemui kawanku ini.

"Kamu harus menemui lelaki itu, memang kamu gak tahu bagaimana pedihnya merendam rindu?", kata Diana.

Kawanku, lelaki yang merebus rindu itu, bercerita padaku tentang semuanya. Tentang wanita pujaannya tanpa sekalipun menyebut nama wanita itu. Suaranya bergetar menahan betapa rindunya telah dirampas oleh orang lain. Betapa wanita pujaannya telah dipinang orang lain. Aku hanya terdiam.
Ternyata tanpa kusadari lelaki itu telah lama bercerita. Kafe yang ramai itu menjadi lengang, menyisakan aku dan kawanku lelaki yang merebus rindu itu, serta para pelayan kafe yang sibuk merapikan meja-meja  dan gelas-gelas yang berserakan. Tak banyak yang bisa aku perbuat untuk kawanku, lelaki yang merebus rindu itu. Aku hanya mendengarkan tanpa memberi solusi. 

*

Dalam keremangan malam aku berjalan menuju tempat Diana berada. Aku terus memikirkan tentang cerita lelaki yang merebus rindu itu. Betapa sebenarnya rindu akan terasa menyakitkan jika sudah dimiliki orang lain. Sesampainya di tempat Diana, aku melihat wanita itu mengipas-ngipas air yang menggenang di sudut matanya. Sebuah lembar foto yang terbakar telah menjadi abu dihadapannya.

Komentar