Pic from Pinterest |
Begitu
banyaknya perihal hidup yang takkan pernah kita ketahui. Dan bagi pria itu,
saban ini adalah waktunya mengungkapkan hal yang tersembunyi dari dulu. Ada
yang tak mampu disingkap dari dulu, tentang rahasia perihal hati, dan meluas
merebak menghujam perasaan.
“Tentang
perempuan, dan sialnya, ini tentang dua orang perempuan”, katanya.
Yang
entah kenapa merusak hatinya, dan menyeretnya masuk ke dasar palung, tempat
kenangan meraung, dan lamunan menjadi kawan bersama.
“Yang pertama”, ujarnya.
“Sosok
indah menawan, dengan segala keanggunannya tentang wanita. Cantik, feminim, dan memesona. Wajahnya bak
oasis di padang gurun. Menenangkan. Dia, yang ku sebut sebagai cinta pertama
dalam hidup. Memecahkan denyut jantungku, merusak merona saraf wajahku, membekukan
persendian setiap sudut tubuhku, dan canggung adalah kawanku ketika dia di
sekitarku”, sambungnya.
Betapa
pria itu ingin sekali melihatnya, satu kali saja, sudah cukup.
“Yang kedua”, lanjutnya.
“Dia
perwujuban dari sosok misterius. Selalu menimbulkan pertanyaan dalam khayalku,
menghancurkan semua pikiran tentang perempuan, Membuatku selalu mengutuk diri
setiap bertemu. Cantik, tomboi, dan misterius. Dia yang disebut dalam pikiranku
setiap hari”, dengan tatapan menembus cakrawala pria itu bercerita.
“Betapa
aku ingin selalu bercerita dengannya. Betapa aku ingin bertengkar dengannya. Betapa
aku cemburu melihatnya bercengkrama dengan orang lain, Betapa aku memikirkannya
setiap waktu, Dan dia adalah betapa-ku”, tandas pria itu cemara itu.
Kau
mungkin berpikir bahwa pria cemara itu lelaki kurang ajar. Memikirkan perihal 2
perempuan sekaligus. Dan kutukan akan menghujam dari palung lidahmu padanya. Tapi
itulah pria cemara, dengan segala keterasingan, dengan segala perasaan. Jujur adalah
pilihannya saat ini.
“Dan
sialnya, mereka, yang kusebut tadi”, tak hentinya pria itu bercerita.
“Hanya
ada dalam jagad harapanku, bukan nyataku. Sebab nyataku tak pernah seberuntung
itu,Mereka berlalu, tak memandan, hanya berlalu. Tanpa menoleh”.
Aku
terdiam. Tanyaku merasuk dalam – dalam.
“Dan
aku masih bertanya pada khayalku, mana yang harus ku kejar?”, pria cemara itu
bertanya kepada angannya. Sudah tak di dunia ini dia sekarang.
“Ataukah
harus ku biarkan mereka berdua pergi. Lalu mengutuk diri sebab membiarkan
halnya berlalu”, tak henti ia menggigau.
Aku
terlalu bingung sekarang. Dan waktu tak mau kompromi, ia tak membiarkanku bicara
sejenak. Pria itu tak mau mendengarkanku. Dan aku juga tak tau harus berkata
apa. Bisa apa aku perihal ceritanya? Kisah cintaku juga tak pernah mulus.
“Ah,
aku lupa mengatakannya padamu, biar ku luruskan dahulu. Mereka berdua, yang ku
ceritakan tadi, tak merasakan hal yang sama padaku, mereka berdua punya cinta
masing-masing. Dan aku, adalah pejuang dari cinta nan semu, dan pilihanku ada
dua, pertama memutuskan untuk siapa, dan kedua, berusaha memenangkan hatinya”,
pria itu menggingau sendiri.
Aku
ingin menenangkan pria itu, tapi ia mengubah topik. Sekarang ia bercerita tentang
politik. Ah! Akhirnya selesai juga pria cemara itu bercerita perihal cintanya.
Sekilas aku melihat air menggenang di sudut matanya.
Komentar
Posting Komentar